POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Penunjukan Bulog untuk mengimpor bawang putih tanpa wajib tanam berpotensi mendistorai pasar nasional. Untuk itu, Kementan dan Kemendag diminta pula tidak menerbitkan rekomendasi kepada Bulog.
Ekonom perdagangan internasional dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, jika berlangsung, maka kebijakan ini sangat diskriminatif bagi pelaku usaha sejenis dan berpotensi mengembangkan pola ekonomi rente.
Maka, pilihan paling bijak adalah meng-nenunda ijin dari dua Kementerian terkait. Di samping itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diminta mencari jalan keluar nondiskriminatif dari masalah kurangnya pasokan bawang putih nasional.
“Kebijakan yang mengarah pada perbedaan perlakuan antar pengusaha maupun BUMN tidak seharusnya terjadi,” katanya kepada wartawan, Rabu (27/3/2019).
Perbedaan perlakuan impor bawang putih oleh Bulog yang tidak perlu menanam 5% dari volume impor melanggar prinsip diskriminasi internasional yang dikeluarkan WTO.
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengingatkan Bulog memiliki tugas sebagai lembaga stabilisasi harga pangan tidak hanya terjadi pada kasus bawang putih, melainkan juga pada kontrol bahan pangan lainnya, seperti gula, garam, hingga ban.
“Bulog kan lembaga stabilisasi harga yang dilakukan dengan cara dia beli di pasar kalau harga anjlok, melimpah. Dan dia jual ke pasar kalau terjadi kelangkaan. Kalau dia punya pabrik itu kan namanya sudah zalim dia,” tegas Faisal.
Dengan kata lain, secara kelembagaan Bulog tak memiliki kapasitas untuk melakukan pembudidayaan komoditas. Jika solusinya kemudian Bulog diberikan hak untuk melakukan impor tanpa ada kewajiban menanam, maka hal itu hanya akan mencederai persaingan usaha. Apalagi ini dilakukan oleh BUMN.
“Artinya, pemerintah telah melanggar regulasi persaingan usaha yang dibuatnya sendiri,” ujar Ekonom lain, Nanung.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Sutrisno menyebutkan, sebenarnya impor bawang putih tidaklah bermasalah apabila tidak melanggar persaingan usaha.
Namun masalahnya saat ini, ada indikasi kebijakan yang melanggar persaingan usaha tersebut dengan perlakuan berbeda terkait impor komoditas ini kepada Bulog.
“Itu mungkin kebijakan dari pemerintah ya. Kan kalau BUMN itu ada penugasan. Mungkin dipikirnya untuk menstabilkan harga kan pemerintah harus me-maintenance dua hal, yakni konsumen dan produsen,” kata Benny kepada wartawan di Jakarta (27/3).
Kalaupun ingin dihentikan, Kementerian Perdagangan dipandang sebagai lembaga yang memiliki wewenang memutuskan hendak diteruskannya kebijakan ini atau tidak.
“Kemendaglah hentikan izin ini,” ujar Benny yang juga anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN).