POJOKBANDUNG.com – Ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait politik genderuwo terus menuai kritik. Sebab diksi seperti itu seharusnya tidak dilontarkan oleh seorang kepala negara. Terutama jelang Pilpres 2019.
Pengamat Politik Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menilai diksi Jokowi ini hanya menyebabkan naiknya tensi politik tanah air. Mengingat setiap ucapan yang keluar dari para pelaku politik selalu menjadi sorotan publik.
“Dalam situasi di mana hampir semua tindakan dan ucapan para capres dimasalahkan, ungkapan ini (politik genderuwo, Red) akan kembali menghangatkan suasana politik kita,” ujar Ray du Jakarta, Selasa (13/11).
Lebih lanjut, Ray beranggapan bahwa pertarungan Pilpres 2019 saat ini terlalu banyak diisi oleh sesuatu yang bersifat sindir-menyindir. Adu program dan gagasan disebutnya masih sangat minim dipertontokan oleh kedua belah pihak.
“Publik kita hanya ribut soal ungkapan yang sebenarnya tidak perlu. Dan wajah kampanye kita hanya seperti bertarung mengungkapkan ungkapan yang saling menyindir, belum masuk ke soal-soal substantif,” imbuhnya.
Diksi-diksi seperti tampang Boyolali, politik genderuwo sebetulnya merugikan kedua kubu itu sendiri. Kerugian paling terasa justru menimpa petahana, Jokowi-Ma’ruf.
Ray menjelaskan, sikap diam Jokowi selama ini terhadap fitnah maupun kritik, justru menjadi trigger pemicu kenaikan elektabilitasnya. Pasalnya mantan Gubernur DKI Jakarta itu lebih banyak menjawab kritik tersebut dengan kerja nyata.
“Cara beliau menjawab seluruh sindiran, nyinyiran dan bahkan fitnah dengan fokus melaksanakan tugasnya justru jauh lebih efektif membuat elektabilitasnya naik,” pungkasnya.
(sat)