POJOKBANDUNG.com, CIMAHI – Pelaku usaha ekonomi menengah ke bawah di Kota Cimahi menjerit. Itu akibat dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal itu cukup dirasakan oleh pengusaha tempe di Jalan Margaluyu, Kelurahan Cimahi Kecamatan Cimahi Tengah.
Sejauh ini, pengusaha tempe di Cimahi menggunakan kacang kedelai impor yang harganya dipengaruhi oleh kurs rupiah.
Menurut seorang pengrajin tempe, Rusdin (42), saat ini ia dan pengrajin tempe lainnya bersiap-siap menghadapi kenaikan harga bahan baku kedelai impor akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar.
“Iya kemungkinan harganya akan naik, karena kita kan pakainya kedelai impor. Ya mau bagaimana lagi, sudah jadi kebutuhan,” ujarnya saat ditemui di pabrik pembuatan tempe miliknya, Rabu (5/9/2018).
Menurut Rusdin, saat ini harga kedelai impor masih berada di kiasar Rp7.800 perkilogram. Jika naik, harga kedelai impor bisa mencapai Rp8.000 sampai Rp8.200 perkilogram.
Meski harga kedelai naik hingga saat ini ia dan pengrajin tempe lainnya masih bergantung pada kedelai impor. Alasannya, bulir kedelai lokal kebanyakan terlalu kecil terutama jiga digunakan membuat tempe. terlebih, bulirnya mudah pecah atau hancur ketika dibuat tempe.
“Kedelai semuanya pakai yang impor. Kalau kedelai lokal buat tempe tidak bagus, harganya hampir sama tapi kualitasnya kurang,” jelasnya.
Kenaikan bahan baku pembuatan tempe tak hanya dari kedelai saja, menurut Rusdin plastik pembungkus tempe pun mengalami kenaikan harga meskipun tak terlalu besar.
Dampak lain yang dirasakannya adalah penurunan profit dari penjualan tempe. Namun Rusdin enggan menyebutkan berapa keuntungan yang biasa dikantonginya setiap bulan.
“Pasti imbasnya ke penurunan keuntungan, tapi ya mau bagaimana lagi. Keuntungannya ya sebetulnya cukup, tapi tidak perlu disebutkan,” tuturnya.
Untuk menyiasati kenaikan bahan baku pembuatan tempe, tempe yang dibuatnya terpaksa dikurangi dari segi ukuran, sebab ia tak mungkin menaikkan harga jual tempe di pasaran.
Saat ini tempe hasil produksi pabrik dengan lima orang laryawan itu dijual dengan harga Rp 5 ribu untuk ukuran 6 ons, serta tempe ukuran 9 ons dijual Rp 7 ribu.