POJOKBANDUNG.com, JAKARTA – Terkuaknya ‘hotel’ para napi koruptor di Lapas Sukamiskin, Bandung, mendapat kecamatan dari berbagai pihak.
Muncul beragam wacana. Mulai dari pembangunan lapas khusus koruptor, sampai dengan dilayar ke Lapas Nusakambangan.
Namun, tak demikian halnya dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Menurutnya, kendati dibuatkan LP khusus koruptor, kasus ‘hotel’ seperti di dalam Lapas Sukamiskin itu masih bisa saja tetap terjadi.
Menurutnya, akan lebih baik jika para koruptor, kendati termasuk extra ordinarycrime, sebaiknya dipenjara dalam satu ruangan bersama dengan pelakiu kejahatan lainnya.
Seperti maling ayam, pemerkosa, curanmor, curat, curas, perampokan dan kejahatan lainnya.
“Sehingga tidak ada penjara dengan ruang private seperti yang terjadi di lapas Sukamiskin,” kata Dahnil dalam keterangan tertulis, Minggu (22/7/2018).
Dahnil menambahkan, OTT KPK yang menjaring Kalapas dan seleb cantik Ineke Koeherawati itu menjadi bukti nyata.
Bahwa jual-beli izin dan fasilitas ruangan penjara VVIP memang benar terjadi.
Bahkan, dirinya yakin ‘hotel’ di dalam lapas bagi koruptor itu bukan saja terjadi di Lapas Sukamiskin saja.
Karena itu, menurutnya, harus dilakukan audit lapas secara terbuka yang bisa diakses semua pihak melalui media.
“Ini juga bentuk pertanggungjawaban pemerintah agar perbaikan pelayanan di lapas lebih adil,” ucapnya.
Lebih lanjut, aktivis antikorupsi ini berpandangan seharusnya lapas dapat berfungsi sebagai tempat pembinaan terpidana.
“Bukan justru menjadi tempat melahirkan tindak pidana baru,” tegasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya OTT KPK menjaring Kalapas Sukamiskin Wahid Husein sebagai tersangka. Dia diduga menerima suap berupa uang dan mobil sejak Maret 2018.
Selain Wahid Husen, juga diamankan lima orang lainnya pada Jumat malam (20/7) hingga Sabtu dinihari (21/7).
Salah satunya adalah seleb cantik Inneke Koesherawati, istri terpidana kasus korupsi proyek satelit monitoring di Bakamla, Fahmi Darmawansyah.
Inneke diduga memberikan suap kepada Wahid sebagai kompensasi untuk suaminya sekaligus diberikan izin untuk keluar-masuk lapas.
Inneke ditangkap karena diduga mengetahui suap suaminya kepada Wahid.
Tak hanya itu, penyidik KPK juga mencurigai Inneke mengetahui sebagian informasi yang dibutuhkan oleh lembaga antirasuah.
“Penyidik dan penyelidik KPK mencurigai IK (Inneke Koesherawati) mengetahui sebagian dari info yang ada maka dia dimintai keterangan,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarief kepada wartawan, Minggu (22/7)
Dua orang lainnya yakni staf Kalapas Sukamiskin, Hendry Saputra dan tahanan pendamping Fahmi yaitu Andri Rahmat telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Fahmi mendekam di Lapas Sukamiskin setelah divonis 2 tahun 8 bulan dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia terbukti memberikan suap kepada pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Wahid Husein dan Hendry Saputra diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi.
Sedangkan Fahmi dan Andri Rahmat yang merupakan pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.