Kanwil Pajak Jabar I Bagikan Ratusan Takjil

Kepala Kanwil DJP Jabar I Yoyok Satiotomo (kanan) saat membagikan takjil kepada warga yang lewat Jalan Asia Afrika, Bandung.

Kepala Kanwil DJP Jabar I Yoyok Satiotomo (kanan) saat membagikan takjil kepada warga yang lewat Jalan Asia Afrika, Bandung.

POJOKBANDUNG.com,BANDUŃG –Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I (Kanwil DJP Jabar I) menggelar kampanye simpatik dengan tema “Bayar Pajak Bukti Cinta Tanah Air”, Senin (28/5/2018).

Kepala Kanwil DJP Jabar I, Yoyok Satiotomo menyatakan bahwa kegiatan ini dalam rangka mensyukuri nikmat Allah SWT dan mengisi bulan suci Ramadan 1439 H dengan meningkatkan kepedulian dengan sesama.

“Ini adalah wujud rasa syukur sekaligus kepedulian pegawai pajak untuk sesama terutama masyarakat sekitar kantor dan memohon doa masyarakat agar target pajak untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat tercapai, karena pajak yang kami kumpulkan akan digunakan untuk pembangunan negara yang manfaatnya bisa dirasakan masyarakat luas,” katanya.

Rangkaian kegiatan kampanye simpatik ini dimulai dengan pembagian paket takjil.

“Bulan suci Ramadan ini bulan yang sangat baik untuk berbagi, hari ini kami membagikan 500 paket takjil gratis kepada setiap pengendara yang melintas,” ujar Yoyok.

Pembagian paket takjil (makanan untuk berbuka puasa) ini dilakukan para pegawai Kanwil DJP Jawa Barat I pada dua titik sekitar Gedung Keuangan Negara yaitu di simpang lampu merah Jl. Asia Afrika-Tamblong, dan lampu merah Lengkong Kecil dan Lengkong Besar. Selain makanan, dalam paket tersebut berisi leaflet perpajakan.

“Ada beberapa leaflet perpajakan yang kami masukkan dalam paket takjil tersebut, untuk mengkampanyekan pajak juga,” ungkapnya.

Seusai pembagian takjil, acara dilanjutkan dengan sharing session yang diisi oleh Tatang. Tatang adalah seorang penyandang tuna netra yang mendermakan hidupnya untuk sesama melalui jalur pendidikan. Sejak 2003, Tatang menjadi guru di SLB ABCD Caringin, Bandung di rumah warisan yang dimilikinya bersama sang kakak yang juga tunanetra.

“Kang Tatang, demikian beliau biasa dipanggil, betapa beliau merasa kurang beribadah sosial bila tidak mendirikan SLB yang sekarang ini beliau bina dan biayai dengan penghasilannya sebagai tukang pijat di sekitar Terminal Ledeng. Kisah kang Tatang seharusnya bisa menjadi perenungan diri, bahwa hidup itu berbagi, sama seperti pajak, berbagi untuk sesama,” pungkas Yoyok.

(nto)

loading...

Feeds