POJOKBANDUNG.com, TASIKMALAYA – Pesantren Persatuan Islam (PPI) no. 42 Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya sudah lebih dari satu dekade berdiri. Pesantren yang berdiri di samping pesawahan kampung, Desa Tanjungsari ini mengabdi dalam waktu yang cukup lama guna menciptakan insan rabbani berwawasan al-jamaah.
Berdiri di atas tanah seluas hampir satu hektare, PPI 42 Sukaresik bercita-cita menjadi kawah candradimuka bagi pembentukan dan pengembangan mesin mujahid jam’iyyah sebagai pelayan ummat yang handal. Dalam realisasinya, pihak pesantren dengan secara masif mengintegrasikan kekuatan sistem, komitmen Asatidzah, pembangunan suprastruktur dan infrastruktur, kerjasama orang tua, dan bantuan tangan masyarakat dalam mengolah santri didik secara kolektif dan berkelanjutan.
Pada ahir tahun ajaran 2017-2018 ini, PPI 42 berhasil meloloskan lebih dari 100 santri didik dari 4 jenjang level pendidikan. Secara khusus, rangkaian penutup di tingkat tsanawiyyah, di samping melaksakan tradisi ujian ahir pesantren (UAP) dan ujian Nasional (UN), para santri diuji dalam bentuk lisan oleh program khas yang bernama I’tibar.
I’tibar dalam bahasa Arab yang berarti penelusuran untuk memetik pelajaran, dimaksudkan sebagai ujian terahir bagi santri didik kelas IX Tsanawiyyah demi mengukur tingkat kematangan kualitas santri untuk bahan rekomendasi linearisasi lanjutan pendidikannya.
Mudirul ‘am PPI 42, ustadz Dede Reviana Ibrahim menyampaikan, I’tibar merupakan uji persidangan lisaniah yang dilakukan oleh tim khusus dari asatidzah dengan kelas IX sebagai objeknya, yang disaksikan oleh seluruh adik kelas, orang tua santri serta seluruh utusan PC. Persis Sukaresik beserta otonom.
“Menciptakan kader robbani berarti menciptakan sistem yang harus terintegrasi secara komprehensif. Dan i’tibar yang baru sja kami laksanakan (06/05) dihadirkan sebagai diantara wujud serius memproduksi calon mujahid yang mapan secara intelektual dan mampu dipertanggungjawabkan di hadapan publik,” papar Dede seperti dikutip dari laman persis.or.id, Selasa (8/5/2018).
Dengan sistem yang dibangun sampai hari ini, PPI 42 menjadi masyhur dengan sebutan pesantren pergerakan. Hanyasaja dalam rekrutmen santri baru, pihak pesantren terus menjaga komitmen untuk bertahan dengan membatasi santri didik baru tingkat tsanawiyah untuk tidak melewati jumlah 30 santri.
Menurut ustadz Dede Revi, hal itu untuk terus menjaga kekuatan pendidikan yang konsekuen dan bermutu. “Dengan jumlah santri baru yang kami batasi, kami yakin dapat mengolah secara tepat dan mampu melakukan lompatan bentuk pendidikan yang akseleratif,” jelas Dede. (azm)